Luluk Hadiyanto, Dari Peringkat Satu Dunia Menuju Master Manajemen Olahraga

Luluk profilIndonesia telah melahirkan banyak pemain ganda putra yang tangguh. Berulang kali tampuk peringkat nomor satu dunia menjadi milik pemain Indonesia. Salah satunya Luluk Hadiyanto bersama pasangannya Alvent Yulianto. Kali ini, redaksi Jurnal Bulutangkis akan mengangkat kisah dari Luluk Hadiyanto.

Mengingat nama Luluk bersama Alvent, maka kita akan terkenang bagaimana mereka meraih gelar juara ganda putra Indonesia Terbuka 2004 di bulan Desember 2004. Di partai final, mereka mengalahkan andalan negeri Tiongkok Fu Haifeng/Cai Yun, 15-8, 15-11. Kemenangan penghujung tahun tersebut melengkapi kecemerlangan mereka di tahun tersebut setelah menjuarai Thailand, Singapura dan Korea Terbuka. Kemenangan ini juga mengantarkan Luluk/Alvent sebagai pemegang peringkat satu dunia.

—-

luluk AGLuluk Hadiyanto dilahirkan pada 8 Juni 1979 di di desa Pengkolrejo, sebuah dusun terpencil di Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Nama belakang Hadiyanto diambil oleh orang tuanya dari nama salah seorang pemain bulutangkis Indonesia era Rudy Hartono dan Svend Pri (Denmark). Kepiawaian Hadiyanto kala memperkuat tim Thomas Cup Indonesia menginspirasi ayahnya yang merupakan pecinta bulu tangkis. Apalagi ketika itu ibunya tengah mengandung Luluk.

Luluk adalah putera pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Edi Sunarto dan Sulami. Keduanya berprofesi sebagai guru sekolah dasar. Luluk kecil bersama kedua adiknya, Luvy dan Lukman selalu mendapatkan pendidikan keras dan disiplin dari kedua orang tua saya. Setiap hari, mereka terbiasa bangun subuh dan sholat berjamaah.

Setiap hari Luluk mendapat tugas belanja dari orang tua-nya. Setelah selesai berbelanja di pasar, ayahnya mengajak Luluk bermain bulu tangkis atau dalam bahasa Jawa bermain ”tepok- tepokan” di pekarangan rumah sembari mempersiapkan keperluan sekolah. Setelah latihan dirasa cukup, Luluk bergegas mandi, sarapan dan berangkat ke sekolah. Seusai sekolah, ia pun belajar agama di Madrasah hingga pukul 6 sore.

Rutinitas ini ia jalani sampai duduk di kelas 4 SD. Menjelang kenaikan kelas, ia tidak dapat meneruskan sekolah Madrasah karena ayahnya mendaftarkan Luluk ke klub bulutangkis. Klub ini berada di pusat kota Blora yang berjarak sekitar 18 km dari desanya. Untuk mencapai kota, ia bersepeda lalu melanjutkan sisa perjalananan menggunakan angkutan umum. Sepeda titipkan di tempat penitipan sepeda.

Latihan bulutangkis di klub ia lakukan 3 kali dalam seminggu. Sementara di hari lainnya, ia mendapat gemblengan dari Ayah untuk latihan lari. Setahun berlatih di klub bulutangkis, ia mendapat kesempatan memperkuat tim dalam Porseni SD tingkat Kabupaten dan berhasil menjadi Juara kedua. Ia berhak mengikuti kejuaraan di tingkat Karesidenan Pati.

Sepulang dari kejuaraan itu, Ayahnya menambah jadwal latihan Luluk. Sepulang sekolah, setelah beristirahat sejenak,ia bersiap- siap latihan lari. Latihan yang ia tempuh ini, tidak sia- sia. Selang beberapa bulan kemudian, ia menjuarai Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia- POPSI tingkat Kabupaten dan berhak ke karesidenan Pati. Di Pati, ia kembali meraih juara.

Setelah berhasil menang di tingkat karesidenan, ia berhak melanjutkan pertandingan di tingkat Provinsi di Kota Kudus. Namun ia mengalami kekalahan di babak pertama saat melawan pemain dari Kota Solo.

1924079_1049043499088_171_nSaat pertandingan di Kudus tersebut, ayahnya bertemu sejumlah orang dan mendapat informasi mengenai perbulutangkisan di kota Solo yang cukup berkembang. Setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar, orangtuanya mengirimkan Luluk ke Solo. Di kota batik tersebut ia kembali meneruskan latihan bulutangkis dan melajutkan sekolah menengah pertama (SMP). Usai belajar di sekolah, ia bersepeda sekitar 5 hingga 7 kilometer untuk berlatih di klub bulutangkis Tiara. Klub ini sekarang telah berganti nama menjadi PMS. Setahun berlalu ia pun akhirnya diterima menjadi anggota pemusatan latihan cabang Surakarta yang berpusat di komplek stadion Manahan, Solo. Setelah lulus SMP diterima di SMA Negeri 6 Solo yang merupakan salah satu sekolah terbaik di kota itu.

Situasi yang ada saat itu mendorong terus berlatih bulutangkis dan tetap belajar dengan semangat yang tinggi. Namun, ia melupakan kemampuan tubuhnya. Ia pun jatuh sakit karena terkena hepatitis. Ia harus dirawat di rumah sakit. Salah seorang dokter yang merawatnya, memvonis jika nyawanya ingin diselamatkan maka ia harus melupakan bulutangkis. Mendapati pernyataan dokter tersebut ia pun tak kuasa menahan tangis.

Sebagai seorang anak yang selama ini dibesarkan dan memiliki kecintaan terhadap olahraga bulutangkis dan bertekad berprestasi, ia tidak dapat menerima hal itu. Ayahnya tidak putus asa mencari informasi dengan meminta ganti dokter. Dokter pengganti yang merawatnya ini jauh lebih berpengalaman dalam menangani penyakit. Bahkan berdasarkan informasi, dokter pengganti ini pernah beberapa kali menangani atlet. Ia pun sembuh dan sehat kembali. Hal yang terpenting adalah ia dapat bermain bulutangkis kembali setelah selama hampir dua bulan dirawat.

Selama kurun waktu lebih dari 8 bulan lebih ia tidak berlatih bulutangkis. Bobot badannya pun semakin gemuk. Ia mulai berlatih sedikit demi sedikit dan memulai hidup dengan semangat baru, mengejar semua ketertinggalan baik di prestasi bulutangkis maupun pendidikan.

Saat naik ke kelas 3 Sekolah Menengah Atas, pihak Pusdiklat Allpro menitipkannya ke klub Djarum Jakarta. Peluang emas tersebut tentu tidak ia sia-siakan. Ia pun berlatih di Jakarta dan tetap bersekolah di Solo. Situasi yang tidak mudah karena harus berlatih di Jakarta selama 2 hingga 3 minggu. Agar tidak tertinggal mata pelajaran di sekolah, ia meminta bantuan sahabat atau kepala asrama untuk mengirimkan foto copy catatan.

Prestasi bulutangkis Luluk pun mengalami peningkatan. Meski demikian, ia tidak kunjung mendapat panggilan Pelatnas di Cipayung. Sempat tersirat keinginan melanjutkan kuliah di UGM Yogyakarta karena saat itu wali kelasnya memberitahu jika ada jalur PMDK bagi atlet.

Meski ada kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, ayahnya terus menyemangati Luluk untuk tetap fokus meraih prestasi olahraga. Pilihan yang cukup berat. Akhirnya melalui pertimbangan yang matang dan usaha keras ia pun diterima di Pelatnas Cipayung, kawah candra dimuka perbulutangkisan Indonesia setelah menjadi juara seleksi Nasional masuk pelatnas bulan Februari 1999 dan bulan juni 1999. Ia resmi menjadi anngota Pelatnas agustus 1999 yang pada akhirnya mengantarkannya ke jajaran elit pebulutangkis dunia.

Awal di Pelatnas, ia masih sering berganti pasangan. Bersama Imam Sodikin, ia sempat menjadi semifinalis Kejuaraan Asia 2000. Kemudian berduet dengan Endra Muljana, meraih runner up Singapore International 2001. Ia sempat dipasangkan dengan legenda bulutangkis Indonesia, Sigit Budiarto dan meraih juara Thailand Terbuka 2001.

Prestasinya semakin menonjol ketika dipasangkan dengan Alvent Yulianto. Pasangan ini menjadi semifinalis Korea Terbuka 2002 dan Thaiwan Terbuka 2003. Seperti sudah disampaikan diatas, prestasi keduanya mencapai puncak tahun 2004 dengan menjuarai Thailand, Korea, Singapura dan Indonesia Terbuka. Disamping itu juga menjadi runner up Swiss dan Malaysia Terbuka.

Dengan berpredikat pasangan nomor satu dunia, mereka mendapat incaran dari pemain-pemain ganda kelas dunia lainnya. Tahun 2005, mereka sering terganjal di babak empat besar. Luluk/Alvent, semifinalis di Kejuaraan Dunia, All England, Swiss, Malaysia dan China Terbuka. Kondisi ini berlanjut hingga mereka berpasangan sampai tahun 2008. Ia pun mengajukan pengunduran diri dari Pelatnas tahun 2008 dan disetujui Januari 2009.

Luluk menikahTahun 2009, Luluk sempat mencoba berkarir mandiri. Ia berpasangan dengan Joko Riyadi dan prestasi terbaiknya sebagai juara Vietnam Grand Prix. Disamping itu ia mulai berkuliah diUniversitas Indonesia jurusan Ilmu Administrasi Negara. Ia banyak mendapat bimbingan Prof. Retno Mayekti Multamia. Luluk lulus tahun 2013 dengan IPK 3,3. Ketika masa kuliah ini, ia melepas masa lajangnya 28 Mei 2010 dengan menikahi gadis impiannya Wardahnia, SH, MA. Keduanya dikaruniahi seorang anak yang diberi nama Rajendra Bima Hadiyanto.

Saat ini, Luluk bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Kemenpora. Ia juga sedangkan melaksanakan studi pasca sarjana di Universitas Negeri Jakarta dengan mengambil jurusan Magister Sport Management, sejak tahun 2014. Bila studinya selesai nanti, maka sang pebulutangkis yang pernah menduduki peringkat satu dunia tersebut, akan menyandang gelar master di bidang manajemen olahraga.

 

 

 

 

Leave a Reply